Rabu, 30 Mei 2012

Jihad Imam Ibnu Taimiyah

Jihad Imam Ibnu Taimiyah


Syaikh Ibnu Taimiyah adalah seorang mujadid (pembaharu) yang paling menonjol di zamannya, kemudian diikuti oleh yang lainnya. Selain mumpuni dalam berijtihad, pionir dalam keilmuan dan berkedudukan tinggi di kalangan ahli ilmu, ia juga berjihad memerangi para penjajah dengan segenap jiwa dan pedangnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah banyak melakukan jihad. Dialah seorang alim dan mujahid yang memadukan antara pedang dan pena. Ada sejumlah aktivitas jihad Ibnu Taimiyah, diantaranya dalam Perang Qazan (699H), Perang melawan Tartar pada 700 H, dan Perang Syaqhab (702 H). Pada tulisan kali ini akan dipaparkan secara ringkas Perang Syaqhab.

Di antara peristiwa jihad yang dilakukan Ibnu Taimiyah adalah ketika Tartar dan tentaranya datang untuk ketiga kalinya ke Syam tahun 702 H. Orang-orang ketakutan. Maka tentara Syam dan Mesir bersiap-siap untuk menyerang mereka. Pasukan Islam diliputi rasa was-was, ragu-ragu dan takut, maka Ibnu Taimiyah memperteguh hati mereka dan menjanjikan kemenangan kepada mereka dengan membacakan firman Allah:

“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah (kuasa) memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan bahwasanya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al Hajj : 61)

Hingga Ibnu Taimiyah bersumpah kepada Allah dengan mengatakan bahwa mereka pasti menang. Lalu para pemimpin berkata kepadanya, “Katakan insya Allah.” Dia menjawab, “Saya mengatakannya untuk mempertegas bukan mengomentari.” Maka tenanglah hati dan jiwa mereka. Tetapi rasa was-was masih meliputi mereka dari segi lain yang mereka pertanyakan, “Bagaimana hukumnya memerangi kaum Muslimin? Bukankah itu dilarang secara syariat?” Mereka mengatakan seperti itu seakan-akan posisi mereka sebagai penyerang bukan sebagai orang yang mempertahankan diri.

Maka dari itu Ibnu Taimiyah maju ke depan dan menjelaskan dengan berani hakikat syar’i dalam memerangi mereka seraya berkata, “Mereka semua itu seperti orang-orang Khawarij yang keluar dari kelompok ali dan Muawiyah, serta berpendapat bahwa mereka lebih berhak memimpin daripada mereka berdua.” Begitu juga Tartar, mereka mengira bahwa mereka lebih berhak untuk menegakkan kebenaran daripada Muslim lainnya, sehingga mereka mencela orang-orang Islam dan menganggap mereka telah berbuat maksiat dan kezaliman. Padahal apa yang mereka lakukan itu lebih zalim dan lebih maksiat berlipat ganda.

Kemudian secara terus terang dia mengatakan, “Jika kalian melaihatku berada di sisi Tartar dan di kepala saya ada Al-Quran, maka bunuhlah saya.”

Maka bergeraklah hati mereka dan bangkitlah semangat mereka untuk mempertahankan Islam. Kemudian Ibnu Taimiyah sendiri keluar ke medan perang dengan penuh semangat. Tidak ada orang sepertinya, yang menyeru agar tidak takut berjihad lalu dia sendiri turun ke medan perang, sehingga orang-orangpun maju ke depan untuk bisa syahid dalam rangka menegakkan agama dan meninggikan bendera Islam.

Ibnu Taimiyah pergi ke Marjushafir, suatu tempat dekat Damaskus. Peperangan dimulai, yaitu perang yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Musyqajab (Syaqab), terjadi pada tanggal 2 Ramadhan tahun 702H. Kedua tentara itu bertemu dan Ibnu Taimiyah berdiri menghadapi maut dan berperang. Dia meneguhkan hati orang-orang yang ada di sekelilingnya dengan penyerangan dan perbuatannya. Sebelum peperangan itu, dia menemui sultan dan mengajaknya agar berjihad dan berperang serta mengusir musuh-musuh yang berdosa, karena telah sampai berita padanya bahwa sultan ragu-ragu dalam berperang. Maka dengan motivasi itu, sultan menjadi bersemangat dan meminta kepad Ibnu Taimiyah untuk berada di sampingnya ketika berperang. Lalu Syaikh berkata, “Disunnahkan bagi seorang pejuang untuk berdiri di bawah bendera kaumnya dan kami adalah bagian dari tentara Syam, tidak berdiri kecuali bersamanya.”

Tentara dan pemimpin-peminpinnya menyuruh mereka agar membatalkan puasa agar mereka kuat melakukan peperangan. Diriwayatkan kepada mereka sabda Rasulullah Saw kepada sahabat, “Sesungguhnya kalian akan menghadapi musuh, maka berbuka akan menjadikan kalian lebih kuat.” Ibnu Taimiyah mengelilingi tentara dan memakan makanan yang dibawanya bersama mereka untuk menjelaskan bahwa jika mereka berbuka itu lebih utama agar mereka kuat dalam berperang.

Peperangan terjadi dan Ibnu Taimiyah ikut serta didalamya. Dia dan saudaranya menghadapi kematian dan diuji dengan ujian yang baik. Penduduk Syam dan tentara Mesir percaya kepada apa yang dijajikan Allah kepada mereka. Peperangan berlangsung selama empat hari, hingga ketika datang waktu Ashar hari keempa, Allah memberikan kemenangan kepada tentara Syam dan Mesir, sedangkan tentara Tartar terpukul mundur hingga ke gunung dan bukit. Tentara an-Nashir dan Ibnu Taimiyah mengejar mereka dan membabat leher mereka dan melempari mereka dari satu arah, hingga akhirnya muncullah fajar kemenangan. Seseorang menyuarakan azan: “Allahu Akbar, Hayya ‘ala ash-Shalah.”

Dengan pengumuman itu, hilanglah rasa cemas dan bahaya yang dikhawatirkan dari Tartar. Itulah kekalahan telak tentara Tartar yang berakhir dengan kerugian besar. Setelah itu mereka tidak lagi bisa berdiri tegak, sehingga dunia Barat dan Timur aman dari serangan mereka. Keikutsertaan Ibnu Taimiyah dalam Perang Syaqhab menjadi aktivitas jihadnya yang paling hebat.

Saat ini kita merindukan hadirnya ulama seperti Imam Ibnu Taimiyah.

Testimoni Tokoh Untuk Konferensi Pembebasan Al-Quds dan Palestina

Testimoni Tokoh Untuk Konferensi Pembebasan Al-Quds dan Palestina


Jakarta  (SI ONLINE) -  Perjuangan kemerdekaan Palestina memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karena banyak rintangan dan tembok besar menghadang, namun perjuangan ini tidak akan gentar. Bukan hanya Indonesia yang menghembuskan nafas kemerdekaan Palestina tetapi juga seluruh pemuka Islam di seluruh dunia.

Seluruh ulama seantero dunia pun berseru kata satu tujuan jihad untuk kemerdekaan Palestina. Oleh karena itu Konfrensi Al-Quds dan Palestina yang dinamakan “International Conference for The Freedom of Al-Quds and Palestina", yang akan diselenggarakan pada Rabu-Kamis 4-5 Juli 2012 mendatang, di Gedung Merdeka Jalan Asia Afrika Bandung, Jawa Barat, mendapat dukungan yang sangat besar dari berbagai pihak.

“Kami mendukung penyelenggaraan konferensi tersebut karena kita mendukung kemerdekaan Palestina. Dukungan Indonesia bagi kemerdekaan Palestina sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang pada pembukaannya menyebutkan kemerdekaan adalah hak segala bangsa oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan prikeadilan”, kata Ketua DPR RI, Marzuki Alie, kepada panitia konfrensi Al-Quds dan Palestina, Senin (28/5/2012).

Syeikh Sulaiman Al-Asyqar mengatakan perjuangan membebaskan Palestina pasti berhasil seperti layaknya kejadian pada perang Salib, “Perjuangan membebaskan Al-Quds pasti berhasil, terbukti ada peristiwa perang Salib, Salahuddin Al-Ayubi menang menghadapi berbagai negara Eropa. Saat ini umat Islam hanya mengahadapi satu negara Israel. Allah tidak menyukai kezaliman Zionis Israel, dan dia pasti akan menghancurkan mereka pada saatnya.” katanya dalam  GMJ. Yordania, April 2012 lalu.

Diperlukan kebersamaanan untuk kemerdekaan Palestina hal tersebut, kata KH Said Agil Siradj, Ketua Umum PBNU, pada Mei 2012 lalu. “Untuk menghadapi Israel kita harus duduk bersama merencanakan apa yang dapat kita lakukan untuk pembebasan Al- Aqsha dan Palestina. Konfrensi ini cukup penting, kami dari PBNU saat mendukung.”

Habib Rizieq Syhihab, sebagai Ketua Font Pembela Islam (FPI) ini juga angkat bicara, Konfrensi Internasional Pembebasan Al-Quds dan Palestina perlu disambut karena ini merupakan kepentingan seluruh umat islam di dunia.

”Konfrensi Internasional Pembebasan Al-Quds dan Palestina ini harus kita sambut. Karena ini sesuai dengan visi kita (FPI), membebaskan Masjid Al-Aqsha. Ini masalah penting, urusan kita bersama, bahkan kepentingan seluruh umat manusia didunia. FPI mendukung konferensi ini”, katanya kepada Panitia Konferensi.

Dukungan juga hadir dari Sekjen Kedubes Palestina untuk Indonesia, Mei 2012 lalu. “Konferensi ini untuk pembebasan Al-Aqsha, sangat penting bagi seluruh umat manusia.”

Begitu juga dukungan terlontar dari lembaga partai di Indonesia, Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nurwahid, “Saya mendukung acara Konferensi Internasional untuk pembebasan Al-Quds dan Palestina."

Terakhir dukungan terlontar dari ulama besar, Syeikh Yusuf Al-Qaradhawi. Dalam ceramahnya di Qatar, April 2012, Al Qaradhawi mengajak semua umat untuk mempersiapkan diri membantu Palestina.

“Israel akan hilang pasti dan mereka akan keluar dari Palestina. Zionis di seluruh dunia yang membela Israel dengan kekuatan harta, politik, senjata dan media. Siapkan diri dan para pemuda kita, kenapa kita tidak menolong Palestina?,” katanya

Hukum-hukum Seputar Miras

Hukum-hukum Seputar Miras


Allah Swt  telah mengharamkan minuman keras (khamar) dan menyebutnya sebagai induk segala keburukan (ummul khaba’its), karena miras adalah sebab utama segala kejahatan.

Minuman keras dikenal juga dengan istilah khamar. Menurut jumhur ulama, seperti ditulis Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab Rawai'ul Bayan fi Tafsir Ayatil Ahkam Minal Qur’an, yang dimaksud khamar adalah semua jenis minuman yang memabukkan, baik yang terbuat dari perasan anggur, kurma, sya’ir (gandum) atau lainnya. Secara teknis, dalam Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Sabtu 21 Jumadil Awwal 1421H/11 Agustus 2001 disimpulkan bahwa khamar adalah minuman keras yang mengandung alkohol (etanol: C2H5OH) minimal 1%.

Khamar hukumnya haram, berdasarkan firman Allah Swt.: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-Mâidah [5]: 90-91)

Ketika ayat ini turun, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamar, barangsiapa membaca ayat ini, sedangkan ia memiliki khamar, janganlah meminum dan menjualnya", Abû Sa’id berkata, “Semua orang yang memiliki khamar menuju jalan-jalan Medinah, kemudian menumpahkannya.”

Khamar, Setiap yang Memabukkan

Jadi setiap minuman yang memabukkan, dan bisa mengacaukan akal dianggap sebagai khamar. Sama saja, apakah dibuat dari anggur, jagung, kurma, gandum, kopi, dan lain-lain. Orang-orang Habasyah membuat khamar dari kopi. Ini merupakan khamar khusus di kerajaan Habasyah (Ethiopia). Spirtus dan kloniy, serta ‘minuman jin’, dan lain-lain adalah khamar, sebab ia memabukkan. Ibnu ‘Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah khamar, dan setiap yang memabukkan adalah haram.”

Keharaman meminum khamar juga tidak dilihat dari sedikit atau banyaknya ukuran minuman yang memabukkan itu. Rasulullah Saw bersabda: “Apa saja yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun  haram” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi).

Haram Memperdagangkannya

Doktor Yusuf Al-Qaradhawi dalam kitab Al-Halal wal Haram fil Islam menuliskan bahwa Nabi Saw tidak hanya mengharamkan khamar, sedikit atau banyak, tetapi beliau juga mengharamkan memperjualbelikan khamar meskipun terhadap orang Non-Muslim.

Dalam haditsnya, Rasulullah Saw melaknat sepuluh kelompok yang terlibat dalam proses produksi, distribusi, penjualan hingga konsumsi khamar. Beliau Saw bersabda: ”Nabi Saw melaknat sepuluh orang berkenaan dengan khamar ini, yaitu: orang yang memerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang meminumnya, orang yang membawakannya (menghidangkannya), orang yang dibawakannya, orang yang menuangkannya, orang yang menjualnya, orang yang memakan harganya (uang hasil penjualannya), orang yang membelinya, dan orang yang minta dibelikannya.” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)

Haram Menghadiahkannya


Demikian pula dengan menghadiahkannya tanpa imbalan kepada orang Non-Muslim, juga diharamkan. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki hendak menghadiahkan khamar kepada Nabi Saw, lalu beliau memberitahukan bahwa Allah telah mengharamkan khamar. Kemudian dia bertanya hingga terjadi dialog sbb:
Lelaki: Apakah saya tidak boleh menjualnya?
Nabi: Sesungguhnya Dzat yang telah mengharamkan meminumnya telah mengharamkan menjualnya.
Lelaki: Apakah saya tidak boleh menghadiahkannya kepada seorang Yahudi?
Nabi: Sesungguhnya Dzat yang telah mengharamkannya, juga mengharamkan menghadiahkannya kepada orang Yahudi.
Lelaki: Apakah yang harus saya lakukan?
Nabi: Tuangkan saja di selokan air.


Tidak Mengandung Illat


Ada anggapan jika meminum miras tetapi tidak sampai memabukkan, maka diperbolehkan. Kata ‘memabukkan’ dijadikan alasan sebagai sebab pengharaman miras. Pemahaman ini keliru. Sebab pengharaman khamar tidaklah mengandung ‘illat (sebab hukum). Akan tetapi pengharaman khamar disebabkan substansinya (zat). Seperti halnya pengharaman bangkai. Allah Swt. berfirman, “Telah diharamkan kepada kalian bangkai.”

Pengharaman bangkai tidak mengandung ‘illat. Itu sebabnya, pengharaman bangkai disebabkan zat bangkainya. Demikian pula Allah Swt. berfirman: “Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji” (QS al-Mâidah [5] : 90), sampai firman Allah Swt: “maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS al-Mâidah [5]: 91), tidak menunjukkan bahwa pelarangannya ber‘illat”, bahkan perintah untuk menjauhinya, atau keharamannya tidak didasarkan karena ‘illat. Oleh karena itu, khamar haram karena khamar itu sendiri (dzatnya), bukan karena ada ‘illat.

Lebih-lebih lagi ada riwayat yang menyebutkan bahwa khamar dilarang karena zatnya (khamar itu sendiri). Ibnu ‘Abbas meriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, “Khamar diharamkan karena dzatnya, dan setiap minuman yang memabukkan.” Artinya, khamar diharamkan karena zatnya. Setiap minuman yang memabukkan diharamkan, karena zat minuman itu sendiri (muskir). Maka, tidak ada ‘illat dalam pengharaman khamar. Oleh karena itu, pengharaman khamar tidak boleh di-’illat-kan.

Khamar Bukan Obat, Tapi Penyakit

Sesungguhnya khamar bukanlah obat, tetapi dia adalah penyakit. Haram hukumnya menjadikan khamar sebagai bahan dalam pembuatan obat-obatan. Rasulullah Saw pernah memberikan jawaban terhadap persolan ini, ketika Beliau ditanya oleh seseorang tentang hukum khamar, lalu beliau melarangnya, kemudian orang itu berkata, “Sesungguhnya aku membuatnya untuk obat.”. lalu beliau bersabda “Sesungguhnya dia (khamar) itu bukan obat,. Melainkan penyakit.” (HR Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi).

Kemudian Beliau saw bersabda lagi: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu bahwa setiap penyakit ada obatnya. Oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud).

Sanksi Bagi Peminum Miras

Menurut syariat Islam, sanksi bagi peminum khamar termasuk hudûd. Orang yang minum khamar; yakni bagi orang yang meminum, atau peminum minuman yang memabukkan, wajib dijatuhi had. Diriwayatkan dari Nabi saw, beliau bersabda, “Barangsiapa meminum khamar, maka jilidlah!”

Telah ditetapkan bahwa setiap yang memabukkan adalah khamar. Hadis tersebut juga mencakup sedikit dan banyaknya. Ijma’ shahabat telah sepakat, bahwa peminum khamar harus dijatuhi had jilid. Mereka telah sepakat atas penetapan had (bagi) peminum khamar, dan sepakat bahwa had bagi peminum khamar tidak boleh kurang dari 40 kali jilid. Imam Tirmidzi mengeluarkan dari Abî Sa’id al-Khudry, “Bahwa Rasulullah saw., memukul (para peminum khamar) sebanyak 40 kali dengan pelepah kurma.”

Dalam hadits lain, seperti ditulis Abdurahman Al-Maliki dalam kitab Nidhamul Uqubat disebutkan bahwa “Pada masa Rasulullah saw., (peminum) khamar dijilid 40 kali dengan pelepah kurma, ketika masa ‘Umar, pelepah kurma diganti dengan cambuk.”
   
Orang yang meminum khamar harus dijatuhi had jika ia mengetahui bahwa kebanyakan khamar memabukkan. Adapun bila selain khamar maka tidak ada had baginya, sebab ia tidak mengetahui keharamannya, sehingga ia tidak wajib dikenai had sampai ada salah satu bukti syara’, yakni, “pengakuan”, atau  “bukti”.  Salah seorang saksi cukup bersaksi bahwa ia melihat seseorang minum khamar, sedangkan yang lain melihatnya muntah.

Miras, Ummul Khaba’its

Allah Swt mengharamkan khamar dan menyebutnya sebagai ummul khaba’its (induk segala keburukan), karena khamar adalah sebab utama segala kejelekan. Orang yang mabuk cenderung melakukan kejahatan lainnya.

Imam Nasa’i meriwayatkan dari Usman ra, bahwa ia pernah berkata: “Jauhilah khamar, karena sesungguhnya khamar adalah induk segala keburukan. Sesungguhnya dahulu kala pernah ada seorang laki-laki ahli ibadah. Ia dicintai oleh seorang perempuan, lalu perempuan itu mengirim seorang bujangnya lalu berkata kepada laki-laki itu: ‘Kami memanggil tuan untuk menjadi saksi’, maka berangkatlah ia bersama utusan tadi. Setelah masuk di rumah perempuan itu, pintu pun ditutup rapat-rapat. Maka dilihatlah seorang perempuan yang cantik rupawan, di sampingnya ada seorang pelayan dan sebuah buli-buli berisi khamar. Lalu perempuan itu berkata: ‘Demi Allah aku memanggil engkau bukan untuk menjadi saksi, tetapi aku bermaksud agar engkau mau meniduriku atau meminum khamar ini barang segelas, atau membunuh anak muda ini.’ Laki-laki itu berkata: ‘Berilah aku minum segelas khamar’, lalu diberinya segelas. Kemudian ia berkata: ‘tambahlah!’ Lalu ditambahnya, begitulah seterusnya sehingga ia pun meniduri perempuan itu dan membunuh si anak muda tersebut. Maka jauhilah minum khamar, karena sesungguhnya tak akan bisa menyatu antara iman dengan kebiasaan minum khamar, kecuali mesti salah satunya ada yang kalah”. (lihat juga Tafsir Al-Qurthubi, 3:55)

Wallahu a’lam bishawab

Jangan Nodai Keagungan Jihad

Jangan Nodai Keagungan Jihad


Jihad, sebagai bagian dari ajaran syariah Islam memang kerap kali mendapatkan serangan dan tuduhan dari musuh-musuh Islam. Seringkali jihad diidentikkan dengan aksi-aksi terorisme. Akibatnya, Islam digambarkan menjadi sebuah agama yang penuh dengan kekerasan dan kekejaman. Untuk itulah perlu dilakukan upaya pelurusan terhadap makna jihad. Ini dimaksudkan agar keagungan ajaran jihad tidak ternodai dan supaya umat Islam, termasuk para ulamanya tidak terjebak pada stigma-stigma negatif yang dilancarkan oleh musuh-musuhnya.

Jihad dalam Islam

Sebagaimana shalat, zakat, haji dan ibadah lainnya, jihad adalah bagian dari ajaran Islam. Jihad bahkan termasuk di antara kewajiban dalam Islam yang sangat agung, yang menjadi 'mercusuar' Islam.

Secara bahasa, jihad bermakna: mengerahkan kemampuan dan tenaga yang ada, baik dengan perkataan maupun perbuatan (Fayruz Abadi, Kamus Al-Muhîth, kata ja-ha-da.) Secara bahasa, jihad juga bisa berarti: mengerahkan seluruh kemampuan untuk memperoleh tujuan (An-Naysaburi, Tafsîr an-Naysâbûrî, XI/126).

Adapun dalam pengertian syar'i (syariat), para ahli fikih (fuqaha) mendefinisikan jihad sebagai upaya mengerahkan segenap kekuatan dalam perang fi sabilillah secara langsung maupun memberikan bantuan keuangan, pendapat, atau perbanyakan logistik, dan lain-lain (untuk memenangkan pertempuran). Karena itu, perang dalam rangka meninggikan kalimat Allah itulah yang disebut dengan jihad. (An-Nabhani, Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, II/153. Lihat juga, Ibn Abidin, Hâsyiyah Ibn Abidin, III/336).

Dia Bukan Temanku, Tapi Dia Saudariku

Dia Bukan Temanku, Tapi Dia Saudariku


Dina Fauziah
Aktivis Remaja Masjid Jakarta Islamic Centre (JIC)  dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)

Pertemanan adalah satu hubungan sosial  yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia sehebat apapun dia, tak akan bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan rasa cinta, kasih sayang, dan bantuan dari orang di sekitar kita. Untuk membuat hidup ini jauh lebih indah, jauh lebih bermakna. Namun, sejauh mana kita mengartikan sebuah pertemanan? Apakah pertemanan itu hanya sekedar simbolik atau kita telah benar-benar memahami dan mengamalkan apa makna pertemanan yang sesungguhnya. Pertemanan adalah hal yang sedikit berbeda dengan persaudaraan.

Pertemanan adalah hal yang cukup dan tidak mendetil.Cukup tahu nama, dan profil general. Selanjutnya terserah kita mau menyelami kepribadiannya atau tidak. Bukan merupakan kewajiban untuk kita mengenalnya,dan memahaminya lebih jauh. Ada yang bilang, seorang teman itu akan datang ketika dia lagi butuh lalu meminta bantuan kita. Seorang saudari tidak. Seorang saudari itu memiliki kewajiban dan hak atas saudarinya. Perbedaan yang cukup jauh dapat disatukan atas nama persaudaraan. Persaudaraan yang dilandaskan atas cinta. Persaudaraan atas nama cinta karena ALLAH. Bahkan saudara atas nama nasab dapat dikalahkan dengan persaudaraan karena ALLAH. Karena betapa mulianya jika kita membangun sebuah persaudaraan atas nama kecintaan kita pada ALLAH SWT.

“Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67).

Orang-orang yang saling mencintai karena ALLAH akan mendapat naungan di yaumul akhir nanti. Karena semasa hidupnya mereka menjaga cinta atas namaNYA tidaklah mudah, membutuhkan pengorbanan dan kesabaran . 

Suatu ketika kita bertemu saudari saat pertama kali. Ada rasa yang menyusup di jiwa. Ada keteduhan didalam wajahnya, ada senyum yang mengesankan, ada salam yang membangkitkan. Meski pertama kali melihat,pertama kali berjumpa. Namun semuanya terasa begitu dekat begitu akrab.Yah, itulah makna seorang saudari di jalan ini. Saudari yang rasanya sulit untuk dilepaskan.Sulit untuk mengatakan salam perpisahan.Dan berharap suatu hari bertemu dalam ikatan istimewa yang saling menguatkan.

Begitu pula keberadaan kita di jalan ini tak pernah lepas atas peran seorang saudari. Seorang saudari yang senantiasa mengulurkan bantuan. Tanpa perlu bertanya “Perlukah kau aku bantu”?. Namun, seorang saudari yang selalu sigap memberikan bantuan tanpa bertanya terlebih dahulu. Seorang saudari yang tak kenal lelah mengingatkan saudarinya dalam kebenaran. Seorang saudari yang selalu memberikan senyuman terbaiknya untuk kita.Seorang saudari yang selalu meringankan beban saudarinya. Seorang saudari yang bisa menjadi penghibur di kala sedih, pembangkit di kala terpuruk, penyejuk di kala gersang. Begitu banyak kata yang sulit untuk melukiskanmu. Begitu hebat sosoknya diriku dimataku.

Menyadari bahwasanya perjuangan ini penuh dengan rintangan. Tak sedikit yang tidak menyukai kita. Tak sedikit dari mereka yang berusaha untuk meregangkan ikatan kita. Tak sedikit acara-acara yang kita buat sedikit peminatnya, tak sedikit dari mereka yang mencerca kita. Tak sedikit dari mereka yang mengadu-domba kita satu sama lain. Itu semua adalah bumbu.Bumbu untuk membuat perjuangan kita semakin terasa lezat. Semakin terasa nikmat. Tanpa adanya bumbu perjuangan akan terasa hambar. Mungkin apa yang kita alami saat ini belum ada apa-apanya dibanding dengan perjuangan yang dialami oleh tauladan kita, Rasulullah SAW dan para sahabat. Jadikanlah perjuangan mereka sebagai sumber semangat untuk kita berjuang. 

Tak hanya gangguan dari luar, gangguan dari dalam pun kami dapati. Memahami karakter saudari perjuangan tidaklah mudah. Terkadang ego mengalahkan segalanya. Terkadang kita ingin selalu dimengerti oleh orang lain. Terkadang kita selalu menyalahkan kinerja saudari kita dalam sebuah acara, terkadang kita selalu mengharap diberi bukannya malah memberi. Terkadang kita tidak mau menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki saudari kita.

Padahal sebuah persaudaraan yang kita bangun, harus siap atas segalanya dari kita. Siap untuk menberikan hati, jiwa, raga dan harta kita untuk saudari kita. Saling memahami dalam diam. Saling menegur di kala yang lain menyimpang.Saling mengulurkan bantuan. Saling menerima kelebihan dan kekurangan yang dimiliki yang lain. “Jangan paksakan sepatumu,dipakai oleh orang lain”. Niscaya tidak akan muat, begitulah persaudaraan. Kita tidak bisa memaksa untuk merubah seorang saudari bertindak dan bersikap sesuai dengan keinginan kita. Yang dibutuhkan adalah sebuah pemahaman. Bukankah berbagai macam karakter mereka,membuat hidup kita lebih berwarna ? Coba lihat sahabat rasul yang memiliki karakter dan kelebihannya masing-masing. Abu Bakar yang lembut membenarkan. Begitu teguhnya dalam mebenarkan segala ajaran yang dibawa Rasulullah. Sosoknya yang kecil, kurus, bahkan sarungnya sering mengulur kebawah. Umar yang begitu tegas dan jujur. Tegas dalam melawan segala bentuk kemungkaran yang terjadi saat zaman rasulullah. Jujur pada ALLAH,jujur pada Rasulullah, jujur pada dirinya sendiri. Selalu berterus terang.Tak peduli orang lain mengatakan apapun tentangnya. Sosoknya yang begitu tinggi, besar, bahkan suatu hari saat umar bersin untuk mengecek shaf shalat, empat makmumnya jatuh terjengkang. Utsman yang begitu pemalu. Sosok yang begitu tampan karena keturunan saudagar kaya dan Ali yang begitu sabar dalam menjalani hidup. Meski segalanya kurang namun tiada hentinya untuk bersyukur. Mereka pun memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Perbedaan itulah yang mebuat semuanya semakin beragam. Perbedaanlah yang membuat semuanya semakin berwarna. Perbedaan karakter itulah yang dibingkai dalam satu kata kemuliaan dalam Islam.

“Sulitnya mencari saudari di dunia?” Karena yang kau cari adalah saudari yang bisa memberi bukan untuk diberi”.

"Jagalah saudarimu, terimalah ia apa adanya. Karena persaudaraan bukan mencari kesempurnaan. Namun mencari pengorbanan atas nama cinta karena ALLAH SWT. Bimbinglah ia, jadikan ia sumber inspirasi untuk terus berlomba -lomba dalam kebaikan.

Karena dia bukan temanu, namun dia saudarimu..

"Malam telah berlalu,
Namun aku tak bisa memejamkan mata..
Teringat wajah mereka para penghuni Syurga"_S.A.F

Muslimah Modis, Why Not?

Muslimah Modis, Why Not?


Meta Susanti
Ketua Divisi Publikasi LSI An Nidaa


Akhir-akhir ini kita menyaksikan begitu banyaknya saudari kita yang memiliki kesadaran untuk berbusana muslimah. Bahkan sebagian besar sekolah di Jakarta, dengan sangat membanggakan telah mendesain sendiri busana muslimah sebagai seragam sekolah para siswinya. Tak ketinggalan, perusahaan yang konon katanya sulit menerima karyawati berkerudung, dewasa ini perlahan-lahan mulai menghapus image tersebut. Di banyak perkantoran, kita tak akan lagi menemui kesulitan untuk mendapati  karyawati yang mengenakan kerudung ketika ngantor.

Hal tersebut tentu saja layak kita syukuri. Sebab, paling tidak telah ada kesadaran dari sebagian besar muslimah untuk menutupi auratnya. Kita tidak akan lupa, belakangan ini marak terjadi kejahatan seksual terhadap kaum wanita, yang penyebabnya antara lain karena si wanita tersebut dengan tanpa risih mengenakan pakaian yang tidak menutup auratnya, tapi justru malah menampakkan lekuk tubuhnya. Dengan kesadaran yang timbul dari banyak wanita untuk berbusana muslimah, diharapkan tindak kejahatan semacam itu akan semakin berkurang. Selain tentu saja, berbusana muslimah yang sesuai dengan syariat adalah merupakan perintah Allah SWT yang wajib ditaati oleh seluruh wanita Islam tanpa terkecuali. Sebagaimana firman Allah SWT,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An Nuur : 31)

Jadi jelas kan, bahwa menutup aurat bagi muslimah itu adalah perintah Allah SWT yang tidak bisa ditawar. Jadi sudah semestinya, bukan karena takut menjadi korban kejahatan seorang muslimah itu menutup auratnya, juga bukan karena artis anu tiba-tiba mengenakan kerudung, kemudian ikut-ikutan. Tapi memang perintah Allah’lah yang membuat muslimah dengan penuh kesadaran menutup auratnya dengan berbusana muslimah yang sesuai syariat.

Ragam Busana Muslimah


Meningkatnya kesadaran para muslimah untuk menutup aurat juga dibarengi dengan membanjirnya produsen busana muslimah dengan berbagai merk dan ciri khas masing-masing. Jika kita membaca majalah wanita Islami, lihat saja, betapa para produsen busana muslimah itu berlomba-lomba untuk mengiklankan produknya. Masing-masing menawarkan keunikan desain yang berbeda, juga menonjolkan berbagai kelebihan busana yang diproduksi. Satu yang sama, para produsen busana muslimah itu sama-sama mengklaim bahwa produknya itu yang paling Islami dan sesuai dengan syariat.

Model busana muslimah yang ditawarkan pun bermacam-macam. Ada kerudung yang modelnya dibuat sedemikian rupa hingga mencekik leher. Juga ada disain busana muslimah berbentuk celana mirip kostum Alibaba. Tak ketinggalan, model busana berbentuk gamis yang elegan disertai kerudung panjang yang tak kalah menarik. Semua menawarkan mode yang berbeda-beda. Yang jika dicermati dengan seksama, maka, siapa yang mampu menarik peminat lebih banyak dengan berbagai strategi marketing, ialah yang akhirnya memenangkan persaingan menjadi trend di kalangan muslimah.

Mode Islami


Jika kita amati, ternyata busana muslimah yang trend belakangan ini adalah justru busana yang didesain dengan bahan minimalis. Sehingga begitu dikenakan, pakaian tersebut akan menampakkan lekuk tubuh si pemakai. Kerudungnya pun seperti yang telah disebutkan di atas, banyak muslimah yang kita temui memilih untuk mengenakan kerudung dengan model pemakaian yang dililit-lilit di leher dan tidak panjang menjuntai menutupi dada.

Ketika berbicara mengenai busana muslimah, banyak kalangan yang mempertanyakan, “Dalam Islam, boleh nggak sih kita mengikuti mode?” Maka jawabannya, tentu saja boleh. Sebagai muslimah yang membawa misi dakwah Islam justru kita jangan sampai ketinggalan jaman dalam berbusana, alias kuno. Sebisa mungkin, kita harus menunjukkan wajah Islam dengan segala keindahannya termasuk dalam hal berbusana.

Tapi yang perlu kita perhatikan adalah rambu-rambu yang telah digariskan Islam dalam berbusana. Lalu, seperti apa mode busana muslimah yang sesuai dengan syariat Islam?

Pertama, harus menutupi seluruh tubuh, kecuali wajah dan telapak tangan. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman’Nya,

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Azhab : 59)

Yang dimaksud jilbab dalam ayat ini adalah baju terusan panjang yang diulurkan ke seluruh tubuh. Ingat, seluruh tubuh, bukan tubuh bagian atas sepotong, ditambah bagian bawah sepotong. Melainkan adalah model pakaian yang langsung menutupi seluruh tubuh, dari atas hingga bawah. Nah, kebanyakan kita biasa menyebutnya gamis. Adapun penutup kepalanya adalah seperti disebutkan dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 31 tadi,

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya...”


Ya, ternyata kerudung yang sesuai dengan perintah Allah SWT adalah kerudung yang jika dipakai dapat menutup seluruh bagian kepala hingga ke dada. Dan soal ini tidak ada tawar menawar.

Kedua, pakaian yang dikenakan bukan dari kain yang tipis dan tembus pandang. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda,

“Pada akhir ummatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum yang terkutuk” (HR. Ahmad 2/223.Menurut Al-Haitsami rijal Ahmad adalah rijal shahih)

Ketiga, longgar dan tidak ketat sehingga dapat menampakkan lekuk tubuh.
Keempat, tidak diberi wewangian / parfum. Harus kita waspadai, di dunia barat sekuler  salah satu “fungsi” parfum adalah sebagai alat seducing man (menggoda laki-laki). Begitulah mudharat dari parfum yang dipakai oleh perempuan (di luar rumah). Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasanya ia berkta Rasulullah bersabda :

“Siapapun perempuan yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina”(
HR.An-Nasai II:38,Abu dawud II:92, At-Tirmidzi IV:17, At-Tirmidzi menyatakan hasan shahih)

Kelima, tidak tasyabbuh (menyamai) pakaian orang kafir. Tasyabbuh sudah jelas dilarang oleh Rasulullah, baik itu dilakukan oleh muslim ataupun muslimah. Dari Abdullah bin Amru bin Ash dia berkata:

“Rasulullah melihat saya mengenakan dua buah kain yang dicelup dengan warna ushfur, maka beliau bersabda: Sungguh ini merupakan pakaian orang-orang kafir maka jangan memakainya”
(HR. Muslim 6/144, hadits Shahih)

Keenam, Isbal (panjang melewati mata kaki). Berbeda dengan laki-laki yang diharamkan isbal, maka perempuan diwajibkan untuk isbal. Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda :

“Barangsiapa menghela pakaiannya lantaran angkuh, maka Allah tidak akan sudi melihatnya pada hari kiamat. Lantas Ummu Salamah bertanya:”Lalu, bagaimana yang mesti dilakukan oleh kaum wanita denngan bagian ujung pakaiannya? Beliau menjawab: hendaklah mereka menurunkan satu jengkal!Ummu Salamah berkata: Kalau begitu telapak kaki mereka terbuka jadinya. Lalu Nabi bersabda lagi:Kalau begitu hendaklah mereka menurunkan satu hasta dan jangan lebih dari itu!” (HR.Tirmidzi (III/47) At-Tirmidzi berkata hadits ini Shahih)

Jelas kan, bagaimana Islam telah mengatur secara gamblang tentang bagaimana seharusnya muslimah berpakaian. Jadi, jika kita bingung oleh banyaknya mode busana muslimah, kembalikan saja standar berpakaian itu sesuai dengan syariat Islam.

Muslimah Harus Modis


Nah, jika demikian syarat berbusana bagi muslimah, lalu muslimah tidak akan bisa tampil modis dong? Kata siapa?! Sebenarnya yang membuat kita terlihat modis atau tidaknya dalam berpakaian bukanlah bagaimana bentuk pakaian yang kita kenakan. Melainkan terletak pada kemampuan kita dalam memadu padankan busana yang kita pakai.

Pernahkah suatu hari kita menyaksikan seorang muslimah (atau bahkan kita sendiri) mengenakan gamis bercorak loreng-loreng kemudian dipadukan dengan kerudung motif bunga-bunga? Atau mungkin kita juga pernah mendapati orang (atau kita sendiri, sekali lagi) mengenakan gamis berwarna ungu, dipadukan dengan kerudung berwarna hijau dan kaos kaki berwarna merah marun? Tentu sekali dua kali, pernah kan. Hmm...adakah yang salah dengan busana muslimah yang demikian? Tentu saja tidak. Sebab apa yang dikenakan tersebut telah memenuhi standar berbusana yang sesuai dengan syariat.

Namun ketahuilah, bahwa masalah berpakaian bukan hanya masalah selembar kain di badan atau selembar kerudung di kepala. Jangan sampai kita berfikiran, “Peduli apa dengan penampilan. Mau gamis merah, kerudung biru, dapadu kaos kaki coklat. Yang penting kan sesuai dengan syariat.”. Memang betul, tapi kita juga harus menyadari, bahwa pakaian yang kita kenakan hakikatnya juga mengusung jauh lebih banyak dari yang terlihat. Ada gambaran pendidikan, ekonomi, politik, budaya, sosial, akhlaq, dan terlebih keimanan. Sehingga ketika memutuskan untuk berpakaian, tentunya kita juga harus benar-benar memperhatikan kesesuaian busana yang kita pakai. Jangan sampai niatan kita untuk mensyiarkan ajaran Islam dalam berpakaian, justru dipandang sebelah mata hanya karena apa yang kita kenakan terkesan asal.

Menganggap warna apa saja cocok bagi kita, tanpa menyadari bahwa ada warna-warna tertentu yang justru pas bagi kita, adalah sebuah kesalahan. Warna yang tidak tepat bisa membuat kulit kita terlihat lebih gelap, wajah lebih tua, dan bahhkan membuat kita tidak terlihat smart atau well educated. Juga sebaliknya, warna yang tepat akan membuat kulit kita terlihat lebih terang, wajah lebih muda dari usia, serta membuat kita tampak cerdas, bahkan jika kita tidak memiliki pendidikan yang tinggi sekalipun. Tentu saja hal ini tidak tergantung warna, tapi yang lebih penting adalah bergantung pada akhlaq kita.

Warna atau motif gamis dan kerudung juga harus dilihat benar padu padannya. Jangan sampai warna tersebut kelihatan tidak pas. Sehingga penampilan kita terkesan keramaian, atau bahkan senyap alias hambar. Sebagai contoh, jika kita ingin mengenakan gamis dengan corak bunga-bunga warna biru, tak perlu lagi kita kenakan kerudung dengan motif batik atau kotak-kotak. Tetapi cukup kenakan kerudung yang polos dengan warna senada.

Itu hanya sebagian contoh kecil bagaimana kita bisa menampilkan syariat dalam berbusana tanpa mengabaikan keindahan Islam itu sendiri. Jadi sekarang, tak ada alasan untuk berpakaian yang benar-benar sesuai dengan aturan Islam hanya karena takut terlihat tidak modis, atau terkesan kuno dan ketinggalan jaman. Sebab, gamis lebar dan kerudung panjang yang wajib kita kenakan itu pun dapat menjadikan kita tampil modis, elegan, dan smart dengan kemampuan kita memadu padankan busana yang kita pakai.

Ala kulli hal,
semua harus kembali pada niat. Karena kitalah yang tahu desir apa di balik detak jantung kita. Teguhkan niat, bahwa hanya dalam rangka beribadah kepada Allah saja kita melakukan setiap hal. Dengan adanya aturan mengenai busana muslimah, Allah tidak menginginkan seorang muslimah menjadi tontonan berjalan dan cantik karena riasan. Namun dengan pakaian, Allah hendak memberi cahaya penjagaan diri bagi seluruh wanita shalihah. Wallahu’alam.

Umar bin Khathab Melenyapkan Gadis Persembahan untuk Sungai Nil

Umar bin Khathab Melenyapkan Gadis Persembahan untuk Sungai Nil


Salah satu fungsi negara (daulah) dalam Islam adalah untuk menjaga agama (al-muhafazhah ala ad-din). Pada zaman Khulafaur Rasyidin hal ini menjadi perhatian yang sangat serius. Negara benar-benar menjadi perisai, pelindung umat dari ajaran-ajaran yang menyesatkan.

Salah satu contoh penjagaan akidah umat adalah kisah yang pernah terjadi pada masa kepemimpinan Amirul Mukminin Umar bin Khathab. Khalifah Umar telah mendorong rakyat untuk menganut akidah Islam yang benar dan murni, memerangi syubhat-syubhat yang didakwahkan para pelaku penyimpangan dan membantah tipuan-tipuan para musuh Islam yang menyiarkan ajaran-ajaran menyimpang dan aneka ragam khurafat.

Salah satu buktinya diceritakan Doktor Muhammad Ash-Shalabi dalam salah satu kitabnya, Syakhsiyatu Umar wa Aruhu. Peristiwa ini terjadi di Mesir saat wilayah itu dipimpin oleh gubernur (wali) Amr bin Al-‘Ash.

Amr bin Al-Ash’ pernah melayangkan sepucuk surat kepada Khalifah Umar. Dalam surat tersebut, Amr menginformasikan kepada Umar mengenai tradisi penduduk Mesir yang biasa melemparkan seorang gadis ke sungai Nil setiap tahun sebagai tumbal. Hal itu dilakukan karena sungai Nil tidak megeluarkan air setetes pun.

Penduduk Mesir mengatakan kepada Amr bin Al-‘Ash, “Wahai gubernur Amr, sungai Nil kami ini memiliki sebuah tradisi dan ia tidak akan mengalirkan air kecuali dengannya.” “Apa tradisi itu”, tanya Amr. Mereka kemudian menjawab, “Bila dua belas malam berlalu dari bulan ini, maka kami akan mengambil seorang gadis perawan dari kedua orang tuanya. Kami berusaha membujuk kedua orang tuanya agar mereka mau menyerahkan gadis mereka kepada kami. Gadis itu akan kami lengkapi dengan perhiasan dan pakaian yang paling bagus. Kemudian kami melemparkan gadis itu ke sungai Nil ini.”

Kemudian Amr mengatakan kepada mereka, “Tradisi semacam ini tidak diperkenankan dalam agama Islam. Islam telah melenyapkan tradisi-tradisi ini sebelum Islam”, kata Amr. Artinya, sesuai ajaran Islam, Amr telah melarang tradisi syirik itu.

Para penduduk Mesir tetap berdiam di tepi sungai Nil, dan ternyata sungai Nil memang benar-benar tidak mengalirkan air setetes pun sampai mereka bubar.

Atas kejadian ini Amr bin Al-‘Ash kemudian melayangkan sepucuk surat kepada Amirul Mukminin Umar bin Khathab untuk melaporkan hal tersebut. Lalu Umar membalas surat Amr. Dalam suratnya, Umar mengatakan kepada Amr, “Apa yang telah Anda lakukan sudah benar. Aku telah kirimkan kepada Anda sebuah kartu yang kuselipkan ke dalam suratku. Lemparkanlah kartu itu ke sungai Nil!”. Setelah surat Umar itu sampai, Amr mengambil kartu tersebut.

Apa yang dituliskan Umar dalam kartu tersebut?. Ternyata Umar menulis, “Dari hamba Allah, Umar, Amirul Mukminin, ditujukan kepada sungai Nil, penduduk Mesir. Amma ba’du. Bila engkau, wahai Sunggai Nil, mengalir atas dasar kemauan dan kehendakmu, maka janganlah engkau mengalir. Kami tidak membutuhkanmu. Bila engkau mengalir dengan perintah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa dan Dia-lah yang membuatmu mengalirkan air, maka kami memohon kepada Allah agar Dia mengalirkanmu”.

Amr lalu melemparkan kartu itu ke sungai Nil. Saat itu, bertepatan dengan hari Sabtu. Atas izin Allah Swt, saat itu juga air mengalir di sungai Nil. Allah Swt telah mengalirkan sungai Nil sepanjang 16 ela (1 ela = 45 inci) setiap malam. Melalui peristiwa ini Allah Swt telah melenyapkan tradisi buruk ini dari penduduk Mesir hingga saat ini.

Dalam kartu tersbut, Umar telah menjelaskan makna-makna tauhid, bahwa sungai Nil hanya mengalir karena kehendak dan kekuasaan Allah Swt. Umar telah menyingkap kepada penduduk Mesir tentang kepalsuan akidah mereka yang rusak, yang telah tertanam dalam benak mereka. Dengan tindakan Umar yang bijaksana ini, beliau telah berhasil melenyapkan keyakinan khurafat dari penduduk Mesir. Kisah ini sekaligus menunjukkan adanya kemuliaan (karamah) yang dianugerahkan Allah Swt kepada Umar yang tidak dimiliki oleh sahabat lainnya.

Inilah teladan dari Umar bin Khaththab, Amirul Mukminin. Penguasa-penguasa kamu muslimin saat ini hendaknya meniru Umar dengan menjaga akidah umat dari pemahaman-pemahaman yang menyimpang dan menyesatkan. Tradisi-tradisi syirik yang berlaku di masyarakat mestinya segera dilenyapkan dan diganti dengan pemahaman yang lurus, bukan malah dilestarikan dan dijadikan lahan pariwisata.

Insya Allah jika penguasa sekarang bersikap dan bertindak seperti Umar, niscaya negeri ini menjadi negeri yang berkah dan makmur, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Bukan negeri yang selalu dirundung bala’, musibah dan bencana. Wallahu a’lam bishshawab.

Membangun Generasi Umat Pemakmur Masjid


Membangun Generasi Umat Pemakmur Masjid
Kaum muslimin rahimakumullah

Allah SWT berfirman: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At Taubah 18).

Kaum muslimin rahimakumullah,

Dalam ayat di atas Allah SWT menerangkan sifat-sifat khas para pemakmur masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang bernar-benar beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, menegakkan sholat, membayar zakat, dan tidak takut siapapaun selain Allah SWT.  

Az Zuhaili dalam tafsirnya mengatakan bahwa yang berhak memakmurkan masjid adalah orang-orang yang benar imannya kepada Allah, mengakui keberadaan dan keesaan-Nya, beribadah dan bertawakkal hanya kepada-Nya, juga beriman kepada hari kiamat dimana Allah akan menghisab seluruh hamba-Nya, membalas orang-orang baik dengan pahala dan menyiksa orang-orang yang buruk. Selain itu, mereka menegakkan sholat dengan menyempurnakan syarat dan rukunnya serta mentaddaburi seluruh bacaan dzikir dalam tiap gerakan sholat maupun bacaan tilawah Al Quran dalam tiap rakaatnya. Mereka mempunyai sifat khusyu’ kepada Allah, membayar zakat kepada orang-orang yang berhak (mustahiq zakat) seperti kaum fakir miskin dan ibnu sabil, yakni orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan mereka.  Mereka tidak takut kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah. Dia tidak takut kepada patung-patung berhala dan siapa saja yang diagungkan. Mereka inilah yang bisa diharapkan menjadi orang-orang yang mendapatkan petunjuk kepada kebaikan selamanya, kepada apa yang dicintai dan diridloi Allah.

Al Baghawy dalam tafsirnya mengatakan bahwa orang yang memakmurkan masjid itu hanyalah orang yang telah disebut dalam ayat di atas dan dia tidak takut kepada siapapun dalam urusan dinul Islam.   Juga dia tidak meninggalkan perintah Allah maupun larangan-Nya karena takut kepada yang lain. Mereka itulah orang yang berpegang teguh dengan ketaatan kepada Allah yang mengantarkan kepada al Jannah. Imam Ahmad meriwayatkan suatu hadits dari Abu Said al Khudry bahwa Nabi saw. bersabda: “Jika kalian melihat seorang yang biasa mendatangi masjid-masjid  maka saksikan bahwa dia beriman”.

Kaum muslimin rahimakumullah,


Untuk membangun generasi umat pemakmur masjid hari ini, maka perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

Pertama,  DKM Masjid dan Musholla memulai membangun tradisi khusus sholat subuh berjamaah, yang disusul dengan kuliah tafsir, aqidah, fiqih singkat sekitar 15 menit dan Tanya jawab hingga total 30 menit, lalu dilanjutkan dengan pertemuan ukhuwah untuk membahas berbagai masalah yang sedang dihadapi jamaah Masjid/Musholla untuk dibantu diselesaikan secara riil, seperti masalah ekonomi atau yang lain, atau mengunjungi yang sedang sakit sehingga tidak datang sholat berjamaah.  Tujuannya adalah konsolidasi jamaah pemakmur masjid dan mewujudkan ukhuwah Islamiyyah secara riil.

Kedua,
untuk menambah wawasan, kualitas jamaah dan ukhuwah Islamiyyah yang lebih luas, perlu diadakan kuliah subuh gabungan untuk tingkat kelurahan yang merupakan gabungan beberapa masjid dan musolla. Dan setiap enam bulan sekali kuliah subuh gabungan sekecamatan. Untuk itu bisa diundang para tokoh umat dan ulama yang memiliki kualifikasi yang bagus sehingga tujuan tersebut bisa dicapai. 

Kaum muslimin rahimakumullah,

Untuk meningkatkan kekuatan dan kekompokan umat Islam berbasis masjid sebagai kekuatan umat di akar rumput, harus diperhatikan konsolidasi pemikiran, perasaan, dan gerak berjamaah dengan kesatuan gerak dasar, yakni :
(1) Perkuat aqidah dengan penanaman cinta kepada Allah (hubbullah) dan cinta kepada Rasul (hubbur Rasul) melalui pendekatan qira’atul Quran dan Kajian Sirah/Hadits serta pensucian jiwa tauhid;

(2)  Memakmurkan Masjid dan musholla dengan sholat berjamaah lima waktu, wabil khusus sholat Subuh yang dilanjutkan dengan kajian dan bahas masalah riil ummat;

(3) Membiasakan dan menggemarkan bayar shodaqoh dan infak perjuangan untuk membiayai gerakan dakwah sebagai dasar kebiasaan bayar zakat kepada negara yang konsisten menerapkan syariah. Shodaqoh yang dibayarkan dikumpulkan di masjid untuk dana ukhuwah Islamiyyah untuk menyelesaikan problem-problem jamaah serta membiayai kegiatan gerakan dakwah di tingkat masjid tersebut dan surplusnya sebagian bisa dikirim ke masjid tingkat kelurahan atau kecamatan untuk dikelola gerakan dakwah di tingkat Kota/Kabupaten. Dengan pola penggalangan dana mandiri ini insyaallah kekuatan dan independensi gerakan dakwah umat Islam bisa diwujudkan. 

Kaum muslimin rahimakumullah,

Dalam konsolidasi ini bagus direnungkan gambaran soliditas para pejuang Islam generasi pertama, yakni kaum Muhajirin dan Anshar sebagaimana firman Allah SWT:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi…” (QS. Al Anfal 72).

Kaum muslimin rahimakumullah,

Dengan istiqomahnya umat memakmurkan masjid dan konsolidasi jamaah masjid serta jaringan antar masjid, insyaallah ukhuwah Islamiyyah diwujudkan secara nyata dan jamaah umat Islam betul-betul solid dan mampu mengemban tugas-tugas dakwah dan amar makmur nahi mungkar. Minimal ketertiban masyarakat yang ahli ibadah, memakmurkan masjid, dan membersihkan lingkungan dari segala kemaksiatan di seputar masjid dan jaringan masjid bisa diwujudkan dan dijaga. Ini akan menjadi landasan utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa dan negara lebih baik dan bermartabat sesuai tuntunan syariah.  

Akhirnya, marilah kita renungkan tentang kewajiban umat Islam hidup berjamaah secara solid  sebagai perintah Allah SWT dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah 71).

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews